Hukum Shalat Dan Puasa Bagi Wanita Haidh
HUKUM SHALAT DAN PUASA BAGI WANITA HAIDH
Oleh
Syaikh Shalih Al-Fauzan
Pertanyaan
Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : Apa hukum shalat dan puasa yang dilakukan oleh wanita yang sedang haidh .?
Jawanan
Haram bagi wanita itu untuk melaksanakannya. Shalat dan puasa yang ia kerjakan tidak sah berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ، وَلَمْ تَصُمْ
“Bukankah jika wanita sedang haidh tidak shalat dan tidak puasa” [Muttafaqun ‘alaih]
Jika wanita haidh telah mendapatkan kesuciannya, maka ia harus mengqadha puasa dan tidak perlu mengqadha shalat berdasarkan ucapan Aisyah Radhiyallahu ‘anha : ” Di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kami mengalami haidh maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa tapi kami tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat” [Muttafaqun ‘alaih].
Perbedaannya -wallahu ‘alam- shalat dilakukan berulang-ulang maka jika shalat itu di qadha akan menimbulkan kesulitan bagi wanita itu, lain halnya dengan puasa.
[At-Tanbihat, Syaikh Shalih Al-Fauzan, halaman : 213]
SHALAT DAN PUASANYA WANITA HAIDH
Oleh
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta’
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta ditanya : Kami harap Anda memberi kami tambahan pendapat tentang shalat dan puasa yang dilakukan wanita saat haidh, kami telah banyak menemukan dalil-dalil tentang hal ini dan kami menginginkan yang benar .?
Jawaban
Jika seorang wanita mendapatkan haidh maka ia harus meninggalkan shalat dan puasa, lalu jika ia telah mendapatkan kesuciannya maka ia harus mengqadha puasa yang ditinggalkannya selama haidh itu dan tidak perlu mengqadha shalatnya, berdasarkan hadist yang diriwayatkan Al-Bukhari dan lainnya, tentang keterangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kekurangan agama wanita, yaitu sabda beliau.
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ، وَلَمْ تَصُمْ
“Bukankah bila seorang di antara kalian jika ia haidh ia tidak shalat dan tidak puasa”
Juga berdasarkan riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Muadzah, bahwa ia bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu ‘anha : “Mengapa wanita haidh harus mengqadha puasa tapi tidak harus mengqadha shalat ?”. Maka Aisyah berkata : Apakah engkau Haruri ? Dia berkata : Saya bukan orang Haruri, tapi saya bertanya, maka Aisyah berkata : “Kami juga mengalami haid di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat”. [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim serta lainnya]
Sebenarnya ini merupakan ungkapan kasih sayang Allah kepada wanita, Allah tidak mewajibkan untuk mengqadha shalat karena shalat dilakukan berulang-ulang sebanyak lima kali dalam sehari, begitu juga dengan haidh yang terus menerus terjadi setiap bulanm pada diri wanita, yang mana jika shalat itu haris diqadha maka hal ini akan menimbulkan kesulittan yang besar. Adapun puasa, dikarenakan kewaijban itu hanya sekali dalam setahun, maka kewajiban itu tidak berlaku saat haidh, ini pun merupakan ungkapan kasih sayang Allah kepada wanita, lalu Allah memerintahkan kepada wanita itu untuk mengqadha puasa yang telah ia tinggalkan agar tercapainya kemaslahatn syari’ah bagi wanita itu.
[Majalah Al-Buhut Al-Islamiyah 26/83]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentan Wanita penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan terbitan Darul Haq hal.155-136 penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/199-hukum-shalat-dan-puasa-bagi-wanita-haidh.html